Thursday, 19 March 2020

Cerpen Toge Pemberani

Sampul Buku Toge Pemberani

Toge Pemberani

Di sebuah kebun terdapat beberapa tanaman kacang hijau yang sudah berbunga. Sebentar lagi bunga itu akan layu dan jatuh dari tangkainya. Bunga itu nantinya akan meninggalkan buah yang bisa kembali tumbuh menjadi tanaman baru. “Buah yang sudah matang akan menghasilkan biji yang sehat dan banyak sekali manfaatnya, bisa dijadikan bubur, dan bisa juga dijadikan bibit untuk tumbuh menjadi tumbuhan baru”. Kata tanaman kacang hijau dengan bangganya. Teman-temannya juga mengakui akan hal itu. Tapi mereka menantikan penantian yang tidak pasti.

Tiba saatnya buah-buah tersebut sudah matang dan siap untuk dipanen. Kacang hijau yang semula bangga dengan dirinya, sedikit demi sedikit mulai resah dan galau. “Buah-buah yang kuhasilkan ini akan jadi apa ya?!” “Pasti mereka bisa saja terpisah antara satu dengan yang lainnya”. Risau tanaman kacang hijau.

***
Karung-karung putih sudah penuh dengan biji kacang hijau dan siap untuk dipasarkan. Di pasar penjual dan pembeli saling tawar menawar dagangan mereka masing-masing, termasuk kacang hijau tak luput dari incaran pembeli. Seorang perempuan tampak menenteng kantong plastik berisi biji kacang hijau hasil belanjanya. Setelah sampai di rumah kacang hijau tersebut diletakkan dalam sebuah wadah diatas meja. Satu dari sekian banyak biji kacang hijau berujar “kita nanti akan dimasak dan habislah kita. Kita tidak dapat lagi menghirup udara bebas, dan tak bisa lagi melihat dunia”. Ujarnya dengan piluh. “Aku sangat sedih” tambah teman-temannya. “Entahlah, aku juga tidak tahu akan menjadi apa kita nanti” tambah yang lain.

Kemudian mereka merasakan sejuknya kulit mereka karena disiram. Mereka dibersihkan dari debu dan kotoran lainnya. Digosok-gosok dan ditiriskan. Mereka diletakkan diatas kain bersih diatas meja. “Kita akan diapakan ya” bisik satu kacang hijau dengan biji lainnya. “Kita lihat saja nanti, yang pasti kita tetap berkumpul disini” balasnya menenangkan. Sejak dari sore hingga menjelang malam mereka saling tebak menebak, mereka nanti akan menjadi apa. Sejak siang tadi sudah ada yang mengira akan dijadikan bubur. Ada yang menebak akan menjadi tumbuhan baru, artinya mereka akan ditanam di tanah yang subur.

***
Siang berganti malam yang dingin. Malampun semakin larut. Terang bulan malu-malu melirik dibalik hasbes bening atap dapur. Ditengah malam biji-biji kacang hijau tersebut merasakan keanehan pada kulit mereka. “Kulitku mengelupas!” teriak biji kacang hijau dengan histeris. “Tubuhku pecah”  sambung yang lainnya. “Tapi aku merasa lebih nyaman” tambahnya. “Iya, aku memiliki akar, asik aku jadi tumbuhan baru, hore..” teriak yang lain dengan girangnya.

Hingga subuh tiba, tubuh mereka benar-benar berubah. Mereka memiliki daun yang masih menguncup serta dua keping tembaga juga akar yang kecil. Tetapi mereka tidak di tanah, mereka masih di atas kain yang berada di atas meja.

“Aku tahu kita sekarang menjadi apa” terdengar suara yang memecah kebingungan mereka. “Sekali lagi, aku tahu kita sekarang menjadi apa” tambah biji yang agak besar dengan yakin. “Menjadi apa?” sahut yang lain. “kita adalah biji-biji pilihan dengan kualitas terbaik, kita memang tidak dijadikan bubur, tidak juga dijadikan tanaman baru”. Biji tersebut mencoba menerangkan. “Tapi kita tetap akan diolah menjadi sumber makanan bagi manusia”. “Kita adalah toge” pungkas biji tersebut. “Ah.. Toge, apa itu toge” jawab teman di sebelahnya. “Toge, ya kita ini tumbuhan jenis kacang-kacangan yang dibiarkan tumbuh berkecambah, tidak untuk ditanam di tanah menjadi tumbuhan baru.

“Aku tidak mau, aku mau menjadi tumbuhan baru”. Isak biji kacang hijau yang lainnya. “Iya aku juga” sahut yang lain lagi. Mereka bersahutan terisak menangisi nasib mereka. “Tidak, kita sudah melakukan tugas dengan baik” dengan vocal biji yang tadi kembali menenangkan. “Kita adalah biji yang terbaik, dan tentunya bisa menjadi kecambah yang baik”. “Artinya kita sudah melakukan proses yang baik. Dan hasilnya akan menjadi yang terbaik”.

“Seandainya kita menjadi tanaman baru, pasti dipenghujung kehidupan kita nanti juga akan menghasilkan biji baru yang akan diolah manuasia”. “Lama kelamaan kita juga akan mati tidak bisa melihat dunia ini lagi, tapi yang menjadi kelebihannya adalah kita bisa menghasilkan biji-biji baru”. “Kalau kita mati sebelum berbuah, atau kalau kita diserang hama, pada saat seperti itu kita dapat melakukan apa-apa”. “Itu adalah hal yang paling buruk”. Panjang lebar ia beorasi di hadapan teman-temannya. “Ini adalah takdir terbaik untuk kita”. Pungkasnya.

“Aku bangga menjadi toge, aku sudah melalui proses yang baik untuk menjadi toge yang terbaik, karena proses ini sudah kulaui dengan baik kuserahkan pada Allah hasilnya seperti apa, tapi aku yakin hasilya akan menjadi baik”. Akhirnya mereka semua menyadari, mengapa mereka diciptakan Allah swt. Menciptakan biji kacang hijau untuk bisa diolah oleh manusia. Dan sebagai hambah-Nya yang mulia, mereka sadar menjadi toge bisa membantu menyehatkan tubuh manusia. Itulah pengabdian mereka kepada Allah swt.

Efri Deplin, S.Si lahir di  Durian Bubur Seluma 05 Februari 1987. Bekerja di  Kampus SDIT IQRA` 1 Jl. Semeru No.22 Rt.13 Rw.IV Sawah Lebar Kota Bengkulu. Menikah dengan guru TKB Auladuna Misni Akzaiti, S.Pd.AUD. Berpikir positif dan selalu semangat, itulah mottonya.  Bisa diajak bekerjasama, www.efrideplin.com; Instagram: efri deplin; facebook: Efri Deplin, twitter: efrideplin87; e-mail: efrideplin@gmail.com

1 comment:

Terima kasih atas kunjungannya semoga menginspirasi jangan lupa tulis komentarmu di kolom komentar dan dapatkan informasi terbaru di setiap postingan. Jangan lupa follow akun Instagram @efrideplin dan Twitter @efrideplin87 juga YouTube Efri Deplin. Terima kasih semoga menginspirasi.

| Designed by Colorlib