Sampul Buku Dongeng Indah dari Bengkulu |
Akibat Membantah Emak
Namaku
Arif, aku anak tertua dari 2 bersaudara. Adikku perempuan. Aku dan adikku terbiasa
menemani Emak ke ladang. Kami bertiga ke ladang biasanya menempuh jalan setapak
yang sering dilewati kebanyakan orang. Jalan itu melewati kebun-kebun milik
tetangga. Tapi jalan itu sedikit terjal ketika melewati pohon durian.
Hari
ini aku dan adikku kembali menemani Emak ke ladang. Tapi kemi melewati gedung
sekolah, tidak melewati jalan setapak. Di samping bangunan sekolah ada rumah
penjaga sekolah. Kata emak mereka masih saudara dengan kami, dari pihak Abah. Penjaga
sekolah yang namanya Pak Darwis memiliki sepasang anjing yang sudah besar. “Emak,
kenapa kita lewat jalan ini?” tanyaku ke Emak. Kata Emak “Emak ada perlu dengan
Bi Siti”. Bi Siti adalah istrinya Pak Darwis.
Setelah
selesai ngobrol dengan Bi Siti, Emak langsung mengajak kami ke ladang melewati
jalan di belakang rumah Bi Siti. Wah, walaupun agak jauh jalan disini lebih
bagus tidak begitu terjal jadi enggak capek.
###
Akhirnaya
kami nyampe juga di ladang. Duduk sebentar di dangau dan Emak menyalakan api.
Kata Emak, asap yang berasal dari api ini akan berkhasiat mengusir nyamuk.
Lumayan juga Alhamdulillah, enggak ada sedikitpun nyamuk yang menempel. Kulihat
Emak sudah ditengah-tengah sayuran yang menghijau. Tangannya sibuk memetik apa
saja yang bisa dijadikan bahan makanan keluarga kami. Aku dan adikku berlarian
menuju emak, ikut turut membantu memetik sayur.
Memetik
sayur sudah, istirahat juga sudah cukup. Saatnya pulang, api sudah dipadamkan.
Berjalan dan terus jalan akhirnya sampai di pendakian. “Kita lewat kebun ya” kata
Emak mengajak kami melewati jalan setapak. Aku merasa enggan, “Ah malas Mak”.
“Kenapa?” tanya Emak. “Jalannya tinggi, capek mendakinya”. “Pokoknya enggak
mau”. Tambahku mengelak. “Enggak usah lewat sana, lewat sini saja biar kita
sama-sama sampai di rumah” bujuk Emak. “Enggak, aku mau lewat sana” aku
langsung lari.
Aku
menoleh ke belakang, kulihat emak dan adikku sudah mendaki. Aku masih lari-lari
kecil menuju jalan belakang rumah Bi Siti. Akhirnya aku sampai juga di dekat
rumah Bi Siti. Tanpa diduga 2 anjing Bi Siti menggonggong sekencang-kencangnya.
Yang jantan paling kencang suaranya. Yangb betina sigap mengejar aku yang berlari
kecil. Terdengar suara Bi Siti, “Jangan lari”. Sebaliknya aku menangis sekencang-kencangnya
sambil memanggil emak. “Emak.. emak.. tolong aku.. hu hu..”
sekencang-kencangnya aku menangis, lebih kencang lagi suara gonggongan si
betina legam ini menggonggong.
Nampak taringnya hampir sampai kepahaku. Rahangnya sudah melebar sambil mengeram dan menggonggong. “Mungkin aku harus lari sekarang” pikirku dalam hati. Tapi belum sempat niat itu terlaksana, Bi Siti masih saja berteriak “Jangan lari, tidak akan digigit kalau tidak lari”. Aku paling kesal dengan Bi Siti yang tidak punya inisiatif mengambil anjingnya, tidak cuma bilang “Jangan lari”.
Nampak taringnya hampir sampai kepahaku. Rahangnya sudah melebar sambil mengeram dan menggonggong. “Mungkin aku harus lari sekarang” pikirku dalam hati. Tapi belum sempat niat itu terlaksana, Bi Siti masih saja berteriak “Jangan lari, tidak akan digigit kalau tidak lari”. Aku paling kesal dengan Bi Siti yang tidak punya inisiatif mengambil anjingnya, tidak cuma bilang “Jangan lari”.
Tiba-tiba
emak muncul dari belakang rumah Bi Siti. Emak langsung mengambil kayu yang ada
di sekitar rumah Bi Siti. Emak lalu mengusir anjing betina yang menyebalkan
ini. Sambil menangis aku teriak, “Emak, tolong aku.. hu hu” aku menyesal sekali
dengan kejadian ini. Aku tidak mendengarkan nasihat Emak. “Emak, maafkan aku ya
mak ya” maafku ke Emak sambil tetap menangis. “Sudah, enggak apa, yang penting
kamu tetap baik-baik saja ya”. Balas emak. “Tu lihat anjingnya sudah Bi Siti
ikat”. “Sekarang aman”. Tambah Emak menenangkan.
Terlihat Bi Siti mengikat kedua anjingnya di dekat kandang. “Maaf ya Rif, Bibi lupa mengikatnya tadi”. Bi Siti juga menenangkan. “Iya, enggak apa juga, ini anak laki takut sama anjing. Takut itu sama Allah iya dek ya”. Kata emak ke adikku. Adikku senyum saja. Akhirnya kami pulang kerumah setelah pamitan sama Bi Siti. Aku masih cegukan, aku berjanji tidak akan membantah kata emak lagi. Maafkan aku Emak.
Terlihat Bi Siti mengikat kedua anjingnya di dekat kandang. “Maaf ya Rif, Bibi lupa mengikatnya tadi”. Bi Siti juga menenangkan. “Iya, enggak apa juga, ini anak laki takut sama anjing. Takut itu sama Allah iya dek ya”. Kata emak ke adikku. Adikku senyum saja. Akhirnya kami pulang kerumah setelah pamitan sama Bi Siti. Aku masih cegukan, aku berjanji tidak akan membantah kata emak lagi. Maafkan aku Emak.
Efri Deplin, S.Si
lahir di Durian Bubur Seluma 05 Februari 1987. Bekerja di Kampus
SDIT IQRA` 1 Jl. Semeru No.22 Rt.13 Rw.IV Sawah Lebar Kota Bengkulu. Menikah dengan guru TKB Auladuna
Misni Akzaiti, S.Pd.AUD. Berpikir positif dan selalu semangat, itulah mottonya.
Bisa diajak
bekerjasama, www.efrideplin.com instagram: efrideplin; twitter: efrideplin87; facebook : Efri Deplin, e-mail: efrideplin@gmail.com
wahhh cerpennya menarik untuk dibaca
ReplyDeleteTeng Kak
ReplyDelete