Kata Pengantar Sebuah Kisah Nyata

Bismillahi..

Kata-kata yang kudengar itu membuatku terguncang hebat. Sekitar pukul 21.00 WIB masih kuingat dengan jelas bayangan fuzel lalu lalang melintas bagai klise kehidupan yang sangat memilukan, pada saat itu. Iya, pada waktu itu.

Jiwa melankolis yang memilukan ini harus segera kuubah dengan optimisme tinggi. Dengan penuh keyakinan dan harap pada sang khalik, agar kenyataan ini akan kuubah menjadi kesempatan.

Hari itu betul-betul melelahkan. Revo biru yang kupakai keliling sejak pagi tadi juga harus rehat. Sepanjang S.Parman hingga Penurunan mata ini sembab diiring bergetarnya hati dan bibir penuh kecemasan.

waktupun terus berlalu, tak kuhiraukan. Awal juni pekan pertama 2014 itu kutinggalkan sesaat. Sangat mencekam.

Saat itu tanggl 19 hari kamis yang cerah aku terbang dengan tiga siswa perwakilan Bengkulu ke Jakarta Selatan. Masih ingat sekali ketika di dalam pesawat setelah lepas landas, rol demi rol layaknya sebuah film ruang petak diawal bulan ini masih saja tidak bisa kubuang jauh.

Dilokasi, kami diajak wisata. Bayangan-bayangan itu terus mengiringi. Allah memberi semangat lagi, ketika nama Kanaya Sadina Azfa disebut diurutan empat posisi Honorable Mention. Iya, ananda dan bunda Fiona senang sekali saat itu. Akupun cukup terhibur. Kami semua di halaman sebuah taman wisata out door sekitar Bekasi waktu itu merasakan sebahagiaan serupa.

Akupun pulang. Sudah, aku sudah kembali ke kotaku kota Rafflesia. Senin tanggal 23 juni. Selasa aku ambil keputusan atas kalimat pengantar dari Bapak berjubah putih diawal juni lalu. Aku putuskan ke Jakarta kembali di hari rabu. Aku masih galau. Aku sangat butuh Tuhan.

Bengkulu 7 Januari 2018
Chat.WA.085268125187
Telepon: +62895326418115
belajariangriang.blogspot.co.id