Larangan Berhubungan dengan Jin
“Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpim bagi orang-orang yang tidak beriman.” (Qs. Al-A’raf: 27)
Apakah Jin itu?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Mayoritas umat mengakui adanya jin. Dalam hal ini mereka mempunyai banyak peristiwa yang terkait dengan jin.”
Selanjutnya ia berkata, “Orang yang mengingkari keberadaannya (jin) tidak mempunyai dalil yang dapat dijadikan landasan. Akan tetapi hal itu dikarenakan ketidaktahuan mereka.” [1]
“Katakanlah (hai Muhammad): "Telah diwahyukan kepadamu bahwasanya: telah mendengarkan sekumpulan jin (akan Al Quran), lalu mereka berkata: Sesungguhnya Kami telah mendengarkan Al Quran yang menakjubkan” (QS. Al-Jin: 1)
Dalam Tafsir Jalalain disebutkan sebab turunnya ayat ini yaitu, “Sekumpulan jin, yakni jin dari Nashibin; demikian itu terjadi sewaktu Nabi sedang melakukan salat Subuh di lembah Nakhlah, yang terletak di tengah-tengah antara Mekah dan Thaif. Jin itulah yang disebutkan di dalam firman-Nya, "Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu." (Qs. Al-Ahqaf: 29), (lalu mereka berkata) kepada kaum mereka setelah mereka kembali kepada kaumnya: ("Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al-Quran yang menakjubkan) artinya mereka takjub akan kefasihan bahasanya dan kepadatan makna-makna yang dikandungnya, serta hal-hal lainnya.” [2]
Abu Hurairah mengatakan bahwa Nabi shalat dan setelah selesai beliau bersabda, "Sesungguhnya tadi ada setan yang menampakkan dirinya kepadaku (dan dalam satu riwayat: sesungguhnya Ifrit dari golongan jin menampakkan diri kepadaku tadi malam) dengan maksud supaya aku mengurungkan shalatku. Tetapi, aku dikaruniai kemampuan oleh Allah lalu mencekiknya. Sebenarnya aku ingin mengikat setan itu, supaya paginya kamu semua dapat melihatnya. Tetapi, kemudian aku teringat kepada ucapan (dalam satu riwayat: doa saudaraku) Nabi Sulaiman, 'Ya Tuhan, berikanlah kepadaku suatu kerajaan yang tidak Engkau berikan kepada seseorang sesudahku nanti.' Karena itu, Allah lantas mengusir setan (jin) itu dalam keadaan hina dina." (HR. Bukhari)
Makhluk ciptaan Allah dapat dibedakan antara yang bernyawa dan tak bernyawa. Di antara yang bernyawa adalah jin. Kata jin menurut bahasa (Arab) berasal dari kata ijtinan yang berarti istitar (tersembunyi). Jadi jin menurut bahasa berarti sesuatu yang tersembunyi dan halus, sedangkan setan ialah setiap yang durhaka dari golongan jin maupun manusia. Iblis adalah gembongnya setan.
Dinamakan jin karena wujudnya yang tersembunyi dari pandangan mata manusia. Firman Allah,
“Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. (QS. Al-A'raf: 27)
Kalau pun ada manusia yang dapat melihat jin, jin yang dilihatnya itu adalah yang sedang menjelma dalam wujud makhkuk yang dapat dilihat mata manusia biasa.
Asal kejadian Jin
Kalau manusia pertama diciptakan dari tanah, maka jin diciptakan dari api yang sangat panas. Allah berfirman,
“Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas.” (QS. Al Hijr: 27)"Dan Kami telah menciptakan jin dari nyala api." (QS. Ar Rahman : 15)
Rasulullah bersabda,
"Malaikat diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari nyala api, dan Adam diciptakan dari apa yang disifatkan (diceritakan) kepada kamu [yaitu dari air sperma dan ovum]." (HR Muslim)
Bagaimana wujud api yang merupakan asal kejadian jin, Al Quran tidak menjelaskan secara rinci, dan Allah pun tidak mewajibkan kita untuk meneliti-nya secara detail. Ibnu Abbas, Ikrimah, Mujahid dan Adhdhak berpendapat bahwa yang dimaksud "api yang sangat panas" (nar al-samum) atau "nyala api" (nar) dalam firman Allah di atas ialah "api murni". Ibnu Abbas pernah pula mengartikannya "bara api", seperti dikutip dalam Tafsir Ibnu Katsir.
Mengubah Bentuk
Setiap makhluk diberi Allah kekhususan atau keistimewaan tersendiri. Salah satu kekhususan jin ialah dapat mengubah bentuk. Misalnya jin kafir (setan) pernah menampakkan diri dalam wujud orang tua kepada kaum Quraisy sebanyak dua kali. Pertama, ketika kaum Quraisy berkonspirasi untuk membunuh Nabi SAW di Makkah. Kedua, dalam Perang Badr pada tahun kedua Hijriah, seperti diungkapkan Allah di dalam surat Al Anfal: 48.
Apakah jin juga mati?
Jin beranak pinak dan berkembang biak. Allah memperingatkan manusia agar tidak terkecoh menjadikan iblis (yang berasal dari golongan jin) dan keturunan-keturunannya sebagai pemimpin sebab mereka telah mendurhakai perintah Allah (QS. Al Kahfi: 50).
Banyak orang menganggap bahwa jin bisa hidup terus dan tidak pernah mati, namun sebenarnya ada hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, di mana Nabi SAW berdoa: "Anta al-hayyu alladzi la yamutu, wa al-jinnu wa al-insu yamutuna - Ya Allah, Engkau hidup tidak mati, sedangkan jin dan manusia mati." (HR. Bukhari & Muslim)
Tempat-tempat Jin
Banyak perbedaan antara manusia dengan jin, namun persamaannya juga ada, di antaranya sama-sama menghuni bumi. Bahkan jin telah mendiami bumi sebelum adanya manusia dan kemudian jin juga bisa tinggal bersama manusia di rumah manusia, tidur di ranjang dan makan bersama manusia. Tempat yang paling disenangi jin adalah kamar mandi, tempat manusia membuka aurat. Agar aurat kita terhalang dari pandangan jin ketika kita masuk ke dalam WC, hendaknya kita berdoa yang artinya, "Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari (gangguan) setan laki-laki dan setan perempuan." (HR. At-Turmudzi).
Larangan Berhubungan dengan Jin
Meskipun jin ada yang muslim, tapi karena jin makhluk ghaib, maka tidak mungkin muncul ketenteraman hati dan kepercayaan penuh bagi kita terhadap keislaman mereka, apakah benar jin yang mengaku muslim jujur dengan pengakuannya atau dusta. Kalau benar, apakah mereka muslim yang baik atau bukan. Bahkan kita harus waspada dengan tipu daya mereka.
Berhubungan dengan jin adalah salah satu pintu kerusakan dan berpotensi mendatangkan bahaya besar bagi pelakunya.
Dalil tentang larangan berhubungan dengan jin adalah:
“Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, Maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.” (QS. Al-Jin: 6)
Imam Muhammad bin Abdul Wahhab berkata, “Meminta perlindungan kepada selain Allah (salah satunya adalah jin) adalah syirik.” [3]
Melakukan hubungan dengan jin berpotensi merusak penghambaan kita kepada Allah yaitu terjatuh kepada perbuatan syirik seperti yang dijelaskan oleh ayat tersebut. Ketidakmampuan kita melihat mereka dan kemampuan mereka melihat kita berpotensi menjadikan kita berada pada posisi yang lebih lemah, sehingga jin yang kafir atau pendosa sangat mungkin memperdaya kita agar bermaksiat kepada Allah.
Bagaimana berhubungan dengan jin yang mengaku muslim? Kita tetap tidak dapat memastikan kebenaran pengakuannya karena kita tidak dapat melihat apalagi menyelidikinya. Bila jin tersebut muslim sekalipun, bukan menjadi jaminan bahwa ia adalah jin muslim yang baik dan taat kepada Allah.
Maka berhubungan dengan jin tidak mungkin dilakukan kecuali apabila jin itu menghendakinya, dan sering kali ia baru bersedia apabila manusia memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat ini dapat dipastikan secara bertahap akan menggiring manusia jatuh kepada kemaksiatan, bahkan mungkin kemusyrikan dan kekufuran yang mengeluarkannya dari ajaran Islam.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Setan (dari kalangan jin) sering berbentuk wajah orang yang dimintai tolong, jika orang tersebut telah meninggal.”[4]
Dari Abu Hurairah dari Nabi, beliau bersabda,
“Jika Allah memutuskan suatu perkara di langit, maka para malaikat meletakkan sayap-sayapnya karena tunduk kepada firman-Nya, seolah-olah rantai di atas batu besar. Ketika telah dihilangkan ketakutan dari hati mereka, maka mereka bertanya, 'Apakah yang difirman oleh Tuhan kalian.' Mereka menjawab kepada yang bertanya, 'Dia berfirman tentang kebenaran dan Dia Mahatinggi lagi Mahabesar.' Lalu pencuri pembicaraan (setan) mendengarkannya. Pencuri pembicaraan demikian, sebagian di atas sebagian yang lain -Sufyan menyifatinya dengan telapak tangannya lalu membalikkannya dan memisahkan di antara jari-jarinya-. Ia mendengar pembicaraan lalu menyampaikannya kepada siapa yang di bawahnya, kemudian yang lainnya menyampaikannya kepada siapa yang di bawahnya, hingga ia menyampaikannya pada lisan tukang sihir atau dukun. Kadangkala ia mendapat lemparan bola api sebelum menyampaikannya. Kadangkala ia menyampaikannya sebelum mengetahuinya, lalu ia berdusta bersamanya dengan seratus kedustaan. Lalu dikatakan, 'Bukankah ia telah berkata kepada kami demikian dan demimkian, demikian dan demikian.' Lalu ia mempercayai kata-kata yang didengarnya dari langit." (HR. Bukhari)
Dalam salah satu fatwanya, Lajnah Daimah menyatakan, “Atas dasar ini maka tidak boleh meminta bantuan kepada jin dan makhluk-makhluk selainnya untuk mengetahui perkara-perkara ghaib, baik berdoa kepada mereka, mendekatkan diri kepada mereka, membuat kemenyan, maupun selainnya. Bahkan, itu adalah kesyirikan, karena ini sejenis ibadah.” [5]
Jin yang Sesat dan Menyesatkan Manusia
“Dan (ingatlah) hari diwaktu Allah menghimpunkan mereka semuanya (dan Allah berfirman): "Hai golongan jin, Sesungguhnya kamu telah banyak menyesatkan manusia", lalu berkatalah kawan-kawan meraka dari golongan manusia: "Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya sebahagian daripada Kami telah dapat kesenangan dari sebahagian (yang lain) dan Kami telah sampai kepada waktu yang telah Engkau tentukan bagi kami". Allah berfirman: "Neraka Itulah tempat diam kamu, sedang kamu kekal di dalamnya, kecuali kalau Allah menghendaki (yang lain)". Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha mengetahui. (Qs. Al-An’am)
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah berkata, “Kesenangan jin dari manusia adalah karena ketaatan mereka terhadap apa yang mereka perintahkan, yakni: kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan. Ketiga hal itulah yang merupakan tujuan terbesar jin dari manusia. Jika manusia mentaati mereka dalam hal-hal tersebut, berarti manusia telah mewujudkan angan-angan mereka. Sedangkan kesenangan manusia dari jin yaitu bahwa mereka membantu manusia dalam melakukan maksiat kepada Allah dan dalam menyekutukan-Nya dengan segala kemampuan yang mereka miliki.
Syetan dari golongan jin itu memperdaya manusia, menganggap baik sesuatu yang buruk dan meluluskan sebagian besar keinginan manusia. Mereka membantu manusia dengan sihir, jimat dan lainnya. Adapun syetan dari golongan manusia maka mereka mentaati berbagai perintah jin tersebut, baik untuk melakukan syirik, kekejian maupun dosa. Sebaliknya, jin-jin itu mentaati manusia terhadap apa-apa yang mereka inginkan, misalnya memberikan berbagai pengaruh dan mengabarkan tentang hal-hal yang gaib. Dengan demikian, masing-masing menikmati kesenangan dari yang lain.” [6]
[1] Al-Jin, Ibnu Taimiyah
[2] Tafsir Jalalain, Jalaluddin As-Suyuthi & Jalaluddin Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahally
[3] Kitab Tauhid, Imam Muhammad bin Abdul Wahhab
[4] Al-Jin, Ibnu Taimiyah
[5] Majalah al-Buhuts al-Islamiyah, Lajnah Daimah
[6] Ighatsatul Lahfan fi Mashayidisy Syaithan, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah
No comments:
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungannya semoga menginspirasi jangan lupa tulis komentarmu di kolom komentar dan dapatkan informasi terbaru di setiap postingan. Jangan lupa follow akun Instagram @efrideplin dan Twitter @efrideplin87 juga YouTube Efri Deplin. Terima kasih semoga menginspirasi.