Wednesday, 19 April 2017

Gagalnya Politik Sembako Persuasi

TRAGEDI GAGALNYA SEMBAKO PERSUASI

Sebagai muslim, kita sadar bahwa apapun yang terjadi, termasuk kemenangan paslon Anies Sandi, semua karena izin Allah. Semua terjadi karena perjuangan dan doa kita semua.

Namun disini saya bermaksud untuk sedikit membedah dari sudut pandang ilmu persuasi, apa yang terjadi belakangan ini.

Setelah debat terakhir, semua lembaga survey mengumumkan hasilnya berupa kemenangan bagi paslon Anies Sandi, pada kisaran 5 sd 8 persen.

Kemenangan tertinggi diumumkan oleh LSI Denny JA, yaitu 51 persen untuk paslon Anies Sandi dan 43 persen bagi paslon Ahok Djarot.

Pendukung Anies Sandi sudah merasa tenang, tinggal menunggu hari H yang segera tiba tidak lama lagi.

Namun sehari kemudian publik dihebohkan dengan adanya politik sembako.

Pada saat, banyak teman2 di sosmed belum menyadari tentang bahaya virus sembako ini, saya sudah memfokuskan diri pada gerakan banjir sembako ini. Bahkan sampai-sampai dinding FB saya bertaburan berbagai pemberitaan terkait hal ini.

Saya pun melalui beberapa status menghimbau kepada teman2 FB agar fokus ke masalah banjir sembako ini. Syukurlah publik, sampai tingkat elit kemudian memberikan respon terhadap banjir sembako ini.

Mengapa hal ini penting untuk dicermati ?

Pertama, sesuai dengan hukum imbal balik, maka seseorang akan mempunyai kecenderungan untuk merasa berhutang budi terhadap seseorang yang telah berbuat baik kepada nya.

Lebih-lebih "kebaikan" itu terkait dengan sesuatu yang memang dibutuhkan rakyat, dan real berupa sembako, atau sembilan kebutuhan pokok. Maka kecenderungan untuk "membalas budi" itu, segera bergetar di benak setiap orang yang sudah menerima "kebaikan" berupa pemberian sembako.

Kedua, sesuai dengan hukum konsistensi, atau disonansi, maka orang yang telah menerima "kebaikan" (dalam tanda petik), dalam hal ini berupa sembako, akan merasa "tidak nyaman" bila bertindak tidak sejalan (konsisten) dengan apa yang telah diterimanya. Oleh karena itu begitu ia menerima sembako, saat itu juga, agar sejalan atau konsisten, maka dia segera tergerak untuk mendukung paslon pemberi sembako itu.

Ketiga, umumnya orang memutuskan sesuatu dulu, baru kemudian memberikan "pembenaran" atau alasan dari keputusannya itu, dalam hal ini dukung mendukung. Jadi ketika seseorang telah menerima dan menikmatai sembako, maka sesuai dengan hukum konsistensi ia segera mendukung paslon pemberinya, dan kemudian segera memberikan "pembenaran" atau alasan bahwa pilihannya benar, baik, dan pas, sesuai dengan logika yang bisa disusunnya.

Nah, dengan ketiga proses mental itu, maka politik uang dan sembako, akan menjadi teknik yang powerful dalam mempengaruhi kecenderungan untuk mendukung dan memilih.

Lalu mengapa teknik politik sembako ini mengalami kegagalan ?

Ada hukum lain yang tidak kalah powerfulnya dalam persuasi, yaitu hukum kebenaran, yang termasuk di dalamnya, hukum kejujuran, hukum sportifitas.

Hukum persuasi ini menyatakan bahwa ada kebutuhan mendasar setiap orang untuk bertindak "benar" tidak melanggar hukum, tidak melanggar aturan, tidak menodai prinsip sportifitas.

Namun, hukum ini akan menjadi lemah, karena segala sesuatu bisa dibingkai dengan sudut pandang yang berbeda-beda, dalam rangka membuat pembenaran. Dengan kata lain, mengapa banyak orang membuat pembenaran atau alasan, karena tidak ingin ada ketidakseimbangan dalam dirinya, setelah mengambil keputusan tertentu.

Hukum Kebenaran ini menjadi powerful setelah didorong, diekspose, diviralkan sedemikian rupa, sehingga terpenuhilah hukum persuasi berikutnya yaitu, hukum social validasi atau validasi dari masyarakat banyak.

Di sosial media, hukum sosial validasi ini mudah terbentuk, Dengan kata lain, begitu tersiar berita politik sembako, walau untuk beberapa saat memberikan hiburan bagi pendukung Ahok, namun tidak lama kemudian segera terbentuk frame atau bingkai besar, bahwa politik sembako itu adalah tindakan yang curang, licik, nista, tidak terpuji, dst.

Sehingga ramailah, jamaah sosmed yang menghujat, aksi hujan sembako itu. Dan untuk menghibur diri, sesuai dengan hukum konsistensi, maka kubu kotak-kotak, menolak bahwa itu bukan berasal dari kubunya. Tapi teknik malah semakin memperburuk kesan atau citra. Karena apa yang telah disajikan publik, susah untuk dibantah.

Oleh karena itu, sehari saja sejak aksi hujan sembako itu meletus, maka saya saksikan pooling di twitter, malah semakin mengokohkan dan meningkatkan elektabilitas paslon Anies Sandi.

Masalahnya kemudian apa yang terjadi di dunia nyata, pada rakyat kecil. Mengapa kemudian apa yang terjadi di sosmed begitu cepat menular ke dunia nyata ?

Umumnya kecenderungan yang terjadi di sosmed, membutuhkan waktu, sekitar satu minggu-an, untuk bisa berpengaruh efektif di dunia nyata.

Cepatnya, pengaruh kecenderungan yang terjadi di sosmed ke dunia nyata, terkait dengan politik sembako ini, tidak lepas dari kesadaran dan pergerakan rakyat Jakarta sendiri.

Saya saksikan beberapa orang nampak berorasi secara tidak resmi di sebuah rusun untuk mempengaruhi warga agar menolak politk sembako sembari menyatakan betapa naif nya tindakan itu/

Saya juga menyaksikan sekelompok anak muda berkeliling kampung untuk melakukan hal yang sama.

Gerakan doa, dzikir, takbir menggema di mana-mana.

Maka semua itu membentuk bingkai besar hukum social validation atau validasi dari rakyat banyak, bahwa betapa nistanya politik sembako. Dan sesuai dengan konsistensi, maka orang akan menjadi tidak nyaman kalo masih mendukung paslon penyogok sembako, karena tidak sesuai dengan bingkai kesan yang terbentuk pada rakyat banyak.

Pergerakan cepat inilah yang berhasil dengan bagus.

Bukan hanya menggagalkan politik hujan sembako, malah sebaliknya, politik sembako ini menjadi semacam bumerang yang menyerang pelakunya sendiri.

Ini juga sesuai dengan Jurus Tai Chi Persuasi, yaitu memanfaatkan aksi lawan, untuk menyerang balik lawan.

Hasilnya, bisa kita saksikan, jika sebelumnya selisih antara dua paslon berkisar antara 5 sd 8 persen. Maka hari ini di Quick Count, terlihat, selisih malah meningkat, menjadi 10 sd belasan persen.

Ini menunjukkan bahwa politik sembako telah berhasil digagalkan dan menyerang pelakunya sendiri.
Sumber : Hermawan Wibisono (fb)

No comments:

Post a Comment

Terima kasih atas kunjungannya semoga menginspirasi jangan lupa tulis komentarmu di kolom komentar dan dapatkan informasi terbaru di setiap postingan. Jangan lupa follow akun Instagram @efrideplin dan Twitter @efrideplin87 juga YouTube Efri Deplin. Terima kasih semoga menginspirasi.

| Designed by Colorlib