Wednesday, 4 January 2017

Naskah Drama

MASUK TAPTAP erang risanto /erang.risanto TERVERIFIKASI IKUTI Tentang Naskah Drama Indonesia (1970-2000) 14 Februari 2012 11:27:46 Diperbarui : 25 Juni 2015 19:40:04 Dibaca: 3,184 Komentar: 1 Nilai: 0 Pencapaian Estetik Naskah Drama Indonesia dari Tahun 1970 sampai Tahun 2000 Pencapaian suatu karya sastra hingga ke segi estetika tidak bisa lepas dari faktor sosial politik yang terjadi di masanya. Pun di Indonesia. Iklim sosial politik turut mempengaruhi pencapaian estetik suatu karya seni, karena pelaku seni yang terlibat di dalamnya adalah individu-individu yang bermasyarakat. Pencapaian estetik teks drama tahun 1970 Munculnya angkatan 70 ditandai dengan runtuhnya pemerintahan lama (orde lama) dan munculnya pemerintahan baru (orde baru). Semangat kemerdekaan atas orde lama itu menular ke bidang seni sastra. Kehidupan sastra seolah-olah telah memperoleh saluran kebebasan berkreasi. Sejak akhir tahun 1967 sampai awal tahun 1970, bermunculan karya sastra yang memperlihatkan semangat kebebasan, yang diimplementasikan dalam bentuk karya-karya eksperimental. Dalam ranah drama, ciri khas yang menonjol adalah terbukanya peluang bagi para pemain untuk melakukan improvisasi. Dalam hal ini memungkinkan seorang pemain melakukan dua lakon sekaligus dalam satu naskah yang sama. Ciri lain adalah lepasnya keterikatan pada panggung / setting. Jika pada angkatan sebelumnya panggung / setting mempunyai peran penting, maka pada tahun ini, pementasan dapat dilakukan di mana saja. Termasuk di kuburan (seperti yang dilakukan oleh teater kubur). Bahkan muncul pula drama mini kata, yaitu drama yang mementingkan lakuan daripada dialog. Secara umum, ciri pencapaian estetik teks drama tahun 1970 adalah: Unsur estetik: -bersifat eksperimental -tidak terikat dengan konvensi -kadang hanya menonjolkan salah satu dari unsur drama -naskah saduran menjadi semacam trend Unsur ekstra estetik -mengungkapkan nuansa kebebasan, kemerdekaan, sekaligus pemberontakan -berisi kritik atas pencapaian estetik angkatan sebelumnya -menuntut hak-hak azasi manusia, kebebasan berbicara, hidup merdeka, bebas penindasan Teks drama yang mencirikan pencapaian estetik tahun 1970 Bel Geduwel Beh, Obrok owok-owok Ebrek ewek-ewek(Danarto, 1976) Lautan bernyanyi (Putu Wijaya, 1967) Kapai-kapai (Arifin C Noer, 1970) Bip Bop (WS Rendra, 1972) Pencapaian estetik teks drama tahun 1980 Angkatan ini muncul ketika kondisi sosial politik Indonesia sudah menjadi stabil. Seiring dengan stabilitas ekonomi, maka muncul pula stabilitas-stabilitas di bidang lain. Termasuk stabilitas dalam bidang seni sastra, khususnya drama. Stabil di sini mengandung pengertian teratur. Karya seni yang muncul adalah suatu karya yang teratur karena diatur oleh pemerintah. Adanya lembaga sensor cukup bepengaruh dalam kestabilitasan ini. Jika muncul suatu karya yang tidak “berkenan di hati pemerintah” maka karya sastra tersebut segera “distabilkan.”Hal ini membuat kreatifitas pelaku seni menjadi terpasung, sehingga pada tahun ini, banyak pelaku seni (seniman / sastrawan) harus berhubungan dengan aparat, karena karya seninya tidak sesuai dengan keingingan pemerintah. Kondisi semacam ini membuat banyak pelaku seni yang mencoba “menipu” pemerintah, dengan cara menuangkan kritik dibalut dengan estetika seni yang “aman” yang sesuai dengan aturan yang dibuat oleh pemerintah. Sehingga, dari segi bentuk, karya sastra yang muncul adalah karya sastra yang konvensional, yang sesuai dengan aturan. Namun, dari segi isi, pesan, dan makna mempunyai kekuatan kritik yang kuat. Selain itu, kecenderungan karya sastra tahun ini adalah kembalinya ke nuansa lokal. Bentuk karya sastra (puisi, prosa, dan teks drama) banyak yang mengangkat nuasa lokal / kedaerahan, namun tetap, secara implisit memunculkan kritik terhadap pemerintah. Dalam ranah teks drama pun demikian, pada tahun 1980, naskah drama yang bermunculan lebih ke arah konvensional (realis) dan bernuansa lokal. Semangat eksperimentasi tahun 1970 mulai mengendor. Tergantikan oleh kekuatan realis. Tema yang diangkat pun berdasar kehidupan sehari-hari yang disajikan secara realis dengan nuansa kritik yang tersampaikan secara implisit. Secara umum, ciri pencapaian estetik teks drama tahun 1970 adalah: Unsur estetik -mengikuti kaidah-kaidah (konvensional) -penyampaian makna dan pesan bersifat implisit unsur ekstra estetik -memunculkan kritik terhadap pemerintah -mengangkat kehidupan sehari-hari teks drama yang mencirikan pencapaian estetik tahun 1980 opera kecoa (N. Riantiarno, 1985) mas dukun (Emha Ainun Najib, 1982) siau ling (remy sylado) Pencapaian estetik teks drama tahun 1990 Pada masa ini bisa dibilang masa di mana terjadi inflasi seniman / sastrawan. Bidang kesenian sudah mulai dilirik sebagai suatu alternatif jalan kehidupan. Akibatnya banyak karya sastra bermunculan, dengan kadar seni yang berbeda-beda, karena hampir semua bidang bisa berhubungan dengan kesenian. Mulai dari bidang jurnalistik sampai bisnis. Hal ini tidak lepas dari “kenyamanan” pada periode sebelumnya. Kondisi sosial budaya yang masih stabil menungkinkan seorang seniman / sastrawan untuk menerbitkan sendiri karya sastranya. Namun tidak semua seniman / sastrawan baru ini mencuat namanya. Hanya yang konsisten saja yang mampu mencuat. Ini terjadi karena seniman / sastrawan yang telah ada sebelumnya semakin menguat, bahkan di periode ini, seniman / sastrawan periode lama (70-80) kembali berkarya. Nuansa lokal semakin terasa pada tahun ini, karena pada tahun ini, banyak seniman / sastrawan yang mengusung lokalitasnya ketika namanya dipublikasikan secara nasional. Sehingga muncul istilah seniman Jakarta, sastrawan Lampung, sastrawan Bali, dll. Teks drama yang berkembang pada tahun ini tidak jauh berbeda pada periode sebelumnya, yaitu realis dengan mengusung budaya lokal. Hanya saja kecenderungan kritik terhadap pemerintah cenderung berkurang. Penggarapan realis lebih total ke unsur –unsur yang ada di dalamnya. Seperti penggarapan setting, tata cahaya, dan keaktoran. Secara umum, ciri pencapaian estetik teks drama tahun 1970 adalah: Unsur estetik -bersifat realis -objek penulisan selain kehidupan nyata, juga kehidupan pribadi, termasuk kehidupan spiritual. -eksplorasi lebih ditekankan ke unsur-unsur drama (setting, tata cahaya, dan keaktoran) bukan ke bentuk pementasan. Unsur ekstra estetik -pengungkapan batin / religius -kritik terhadap pemerintah semakin halus, namun secara tidak langsung mengusung sebuah ironi -menguatnya wacana lokal (tradisi) teks drama yang mencirikan pencapaian estetik tahun 1990 Gading Cempaka (Wisran Hadi, 1996) Upeti (Heru Kesawa Murti, 1993) Perahu Retak (Emha Ainun Njib, 1992) Pencapaian estetik teks drama tahun 2000 Kondisi sosial politik pada tahun 2000 mempunyai benang merah dengan kondisi sosial politik Indonesia pada tahun 1970, yaitu pergantian kekuasaan. Hal ini tentu berpengaruh terhadap semua bidang, termasuk seni. Runtuhnya sebuah rezim diktator membawa iklim perubahan yang cukup ekstrim. Hampir semua yang sudah terbangun di periode sebelumnya didobrak dengan dalih perubahan. Dalam ranah seni, sastra khususnya, hal demikian juga terjadi. Karya sastra bernafaskan perubahan bermunculan. Namun ternyata tidak semua karya sastra yang muncul di periode ini berlandaskan perubahan. Patut dicermati bahwa kemajuan teknologi seolah telah mencapai klimaksnya di tahun ini. Sehingga pelaku seni pun secara terang-terangan memanfaatkan kemajuan teknologi sebagai landasan berkarya. Teks drama yang muncul pada tahun ini lebih banyak mengacu kepada kondisi sosial pra dan pasca terjadinya pergantian kekuasaan. Isu-isu tentang kebebasan yang “kebebablasan”, hilangnya identitas bangsa, pudarnya lokalitas (terganti oleh metropolis), sampai ke isu gender menjadi topik yang mendominasi pemunculan teks drama periode ini. Secara umum, ciri pencapaian estetik teks drama tahun 2000 adalah: Unsur estetik -unsur eksperimental hampir ada di setiap naskah realis ataupun surealis -penyampaian makna bersifat simbolik, terkadang menggunakan teknologi -percampuran nilai estetik periode-periode sebelumnya -monolog menjadi pilihan yang cukup kuat unsur ekstra estetik -kemajuan teknologi -mencuatnya isu-isu global, baik dalam bidang seni maupun umum -ironi terhadap diri sendiri teks drama yang mencirikan pencapaian estetik tahun 2000 Mengapa Kau Culik Anak Kami, Clara (Seno Gumira Aji Darma,) Monolog: Marsinah Menggugat (Satu Merah Panggung, 1999) Tentang Seorang Lelaki yang Demikian Mencintai Hujan (Gunawan Maryanto, 2000) GigoloGalileo (Benny Yohanes, 2000) Referensi Penulisan: -mahayana-mahadewa.com -kliping pementasan teater (koleksi Nurhadi, M.hum) Share Share 0 0 KOMPASIANA ADALAH MEDIA WARGA, SETIAP KONTEN DIBUAT OLEH DAN MENJADI TANGGUNGJAWAB PENULIS. LABEL drama fiksi TANGGAPI DENGAN ARTIKEL RESPONS : 0 Siapa Yang Menilai Tulisan Ini ? 0BERI NILAI KOMENTAR : 1 Imperial Jathee2012-02-15 05:12:19 Kuliah menehh ah... Balas KIRIM List of Categories Info dan Pengumuman Tentang Kompasiana Syarat & Ketentuan Bantuan Tutorial Contact Us 

Selengkapnya : http://m.kompasiana.com/erang.risanto/tentang-naskah-drama-indonesia-1970-2000_550df2c8813311b62cbc60c8

No comments:

Post a Comment

Terima kasih atas kunjungannya semoga menginspirasi jangan lupa tulis komentarmu di kolom komentar dan dapatkan informasi terbaru di setiap postingan. Jangan lupa follow akun Instagram @efrideplin dan Twitter @efrideplin87 juga YouTube Efri Deplin. Terima kasih semoga menginspirasi.

| Designed by Colorlib